Hidup ini bukan kita yang menentukan

Spread the love

Assalamualaikum dan salam 1Dunia, dalam perjalanan aku dan keluarga menuju ke Ilham Resort, Port Dickson untuk menghadiri mini gathering teman lama sama sekolah, kami terserempak dengan kemalangan maut. Penunggang motosikal terbaring ditutup kertas surat kabar di atas Lebuhraya PLUS kira-kira 5 meter dari motor kapcai yang remuk bahagian depannya. Begitulah rapuhnya nyawa manusia dan ini buktinya hidup ini bukan kita yang menentukan.

Ilham Resort, Port Dickson

Perjalan diteruskan sambil berfikir berapa ramai manusia telah terkorban di atas jalanraya akibat kelalaian sendiri atau kelalaian pemandu lain. Kesan-kesan kemalangan di lebuhraya samada yang lama atau yang baru terlalu banyak kelihatan.

Dalam perjalanan aku menalefon teman aku yang menjadi organizer untuk memastikan lokasi sebenar Ilham Resort untuk memudahkanaku menuju tanpa tersasar ke tempat lain. Lebih kurang jam 3 pm aku sampai ke lokasi. Setelah mengambil kunci aku dan keluarga berehat di bilik. Lewat petang aku turun untuk bertemu dengan teman-teman yang sudah sampai. Sampai di lobi teman aku yang menguruskan majlis mini gathering memohon maaf sebab kena balik segera.

Teman aku baru sahaja dapat panggilan bahawa adik ipar bongsunya meninggal dunia dalam kemalangan ngeri di Bangi. Yang lebih tragis lagi isteri teman aku dikatakan baru lepas berbual-bual melalui telefon dengan adik bongsunya. Aku terdiam sebentar begitu mudah Allah mengambil nyawa kita ini. Begitu rapuhnya nyawa kita tetapi terlalu ramai manusia tidak sedar. Ada yang berlagak bagaikan mereka akan hidup seribu tahun sombong, angkuh dan ego. Orang politik berhujah mempertahankan pendirian kepartisan tanpa batasa sehingga lupa pada batas agama. Orang bisnis mengejar wang sehingga lupa dunia ini sementara. Paling malang ada yang lupa pada ibubapa juga lupa mendidik anak-anak mengenal Allah hanya kerana hal-hal dunia dan yang super paling malang lupa kepada Rasulullah dan Allah yang satu.

Hari ini hari penunggang motor dan adik ipar teman baik aku …. mungkin esok giliran aku. Sudah bersediakah aku kerana hidup ini bukan kita yang menentukan. AL-FATIHAH untuk mereka yang pergi dahulu.

[ad#Mangga 300]


Spread the love

244 Comments

  1. Jika kita merencanakan hidup kita sendiri, kita sendiri dengan apa yang ada pada kita (tenaga, intelktual, uang, dll) yang bertanggung jawab terhadap jalan yang kita rencanakan dan kita tempuh.

            1. kalau Tuhan menyukai usaha manusia tersebut, maka usaha manusia tersebut akan membuahkan hasil, dan si manusia tersebut bisa mengambil kesimpulan : Tuhan berkehendak.

            2. Karena TUHAN menginginkan kita dari awalnya, bukan hanya pada saat-saat akhir. Tuhan mau kita melibatkan dia diseluruh aspek kehidupan kita DARI AWAL SAMPAI AKHIR.

  2. Pertama, ketidakrisauan akan sarana-sarana penghidupan. Sikap ini penting agar hidup tidak dipenuhi perasaan cemas, khawatir, gundah, dan gelisah yang menempatkan hidup kita selalu dalam tekanan. Tak hanya itu, ketenangan itu sendiri juga penting demi kesuksesan kita meraih sarana-sarana penghidupan.
    Curahan rasa Bang Iwan @ ..Keutamaan Bulan DzulhijjahMy Profile

    1. Kedua, ketidakbergantungan pada amal atau usaha. Kebergantungan pada perbuatan atau daya upaya acap kali berbuntut keputusasaan dan frustrasi pada saat kendala dan kegagalan ditemui. Dengan bergantung kepada Allah, kita bisa terhindar dari keputusasaan yang mencelakakan. Bersandar kepada-Nya membuat kita selalu bangkit dan selamat dari perasaan terpuruk.
      Curahan rasa Bang Iwan @ ..Keutamaan Bulan DzulhijjahMy Profile

          1. Keempat, keberharapan atau optimisme hidup. Dengan bersandar kepada Allah, dan percaya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik, kita melipat gandakan rasa
            optimis kita—terlepas dari betapa buruk hal-hal yang menimpa kita di mata orang.

            1. Dengan tak pernah lalai bahwa Allah Maha Menolong dan Mahakuasa, dengan tak pernah kehilangan rasa butuh kepada-Nya, kita menjadi terbebas dari penjara keterbatasan, dan merasa lapang sekalipun dikepung oleh berbagai ketidakmungkinan—serasa menjadi pemenang dalam hidup selamanya.

  3. Dari segi “cara hidup”, baik orang yang berserah ataupun orang yang tidak berserah nyaris tiada beda-nya. Yang membedakan mereka adalah cara mereka memandang, merasa, dan menyikapi hidup. Dalam hal ini, ajaran isqath al-tadbir sebetulnya adalah juga ajaran mengenai kecerdasan emosional-spiritual. Sebab, pada praktiknya, isqath al-tadbir akan setidaknya membuahkan beberapa sikap
    Curahan rasa Bang Iwan @ ..Keutamaan Bulan DzulhijjahMy Profile

  4. Kepasrahan atau ke¬berserahan diri kepada pengaturan dan kehendak Allah tidaklah sama dengan berhenti bekerja, berhenti mengais rezeki, ataupun berhenti berdoa lantaran menyerahkan semuanya kepada Allah. Bahkan, pembaca akan mendapatkan bahwa adab berharta, mencari rezeki, berusaha, dan berdoa adalah tema penting dalam buku ini, yang dengannya Ibn Athaillah bermaksud menepis pandangan yang mengesankan kepasrahan sebagai kemalasan.
    Curahan rasa Bang Iwan @ ..Keutamaan Bulan DzulhijjahMy Profile

  5. Lucu sekali bila manusia tetap berhasrat akan pengaturan diri. Pertama, karena ia pada dasarnya tak mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya. Dan kedua, karena Allah Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik buat para makhluk-Nya senantiasa dekat dan meng¬atur secara baik.

    1. Allah itu dekat dan karenanya senan¬tiasa memberi perhatian kepada kita
      sekalipun tanpa sepengetahuan kita. Tidak percaya kalau Dia tak akan
      mengabaikan kita adalah bukti lemahnya iman kita. Allah juga sayang dan
      karenanya selalu mengatur urusan kita secara baik. Pengaturan kita terhadap diri kita sebenarnya adalah bukti ketidaktahuan kita akan pengaturan Allah yang baik terhadap diri kita—dan karenanya adalah juga bukti minimnya cahaya makrifat di hati kita.

      1. sikap sibuk mengatur urusan diri sebagai sebentuk syirik rububiah. Bila syirik uluhiah berarti meyakini ada tuhan lain yang patut disembah selain Allah, atau menentang ketuhanan Allah; syirik rububiah berarti meyakini ada pengatur lain yang turut mengurus kehidupan selain Allah—dalam hal ini kita ‘meyakini’ bahwa
        kita bisa menjadi pengatur selain-Nya—atau menentang pengaturan Allah. Bila demikian, sesungguhnya Ibn Athaillah bermaksud menyadarkan kita akan sesuatu yang sangat berbahaya dalam konteks penghambaan kita kepada Allah. Dan rasa-rasanya buku ini menjadi wajib dibaca oleh mereka yang berislam, yang menyatakan keberserahan diri mereka kepada Allah.

        1. Mereka yang memelihara kesopanan kepada Allah dan tidak ingin jauh dari-Nya, tentu akan mencoba menggugurkan tadbir dan iradah mereka yang membuat mereka terhijab (tertabiri) dari Allah. Mereka akan keluar dari gelapnya tadbir (sikap
          mengatur diri) menuju terangnya tafwidh, yakni penyerahan urusan atau pilihan hidup kepada Allah, hingga mereka menyaksikan bahwa diri ini diatur dan tidak turut meng¬atur, ditentukan dan tidak ikut menentukan, serta digerakkan dan
          tidak bergerak sendiri. Untuk ini diperlukan sikap rida dengan pengaturan Allah.

          1. Rasa berat hati hanya akan membuat hati tetap terhijab dari cahaya Allah. Selain itu diperlukan pula sikap selalu berbaik sangka kepada Allah.

    1. Akal kita semestinya kita gunakan untuk memahami dan melaksanakan secara baik perintah Allah, dan bukan untuk melanggarnya; untuk
      memahami dan melakoni secara baik ketentuan Allah, dan bukan untuk menolaknya.

      1. Yang lebih penting untuk kita perhatikan adalah apa yang dituntut dari kita, bukan yang dijamin untuk kita. Dalam Al-Hikam, Syekh Ibn Athaillah bertutur, “Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu, adalah bukti dari rabunnya mata batinmu.” Karena itu, “Istirahatkan dirimu dari mengatur urusanmu, karena segala yang telah diurus oleh ‘Selainmu’ (yakni Allah), tak perlu engkau turut
        mengurusnya.”

        Lagi pula, “Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.” Maksudnya, seberapa banyak pun energi yang kita curahkan untuk memenuhi suatu keinginan, tetap saja itu tak akan tergapai jika tak sesuai dengan keputusan Tuhan.

        1. Kita tak dapat memenangkan kehendak kita di atas kehendak-Nya. Kita bahkan kerap menemukan bahwa takdir dan ketentuan yang berlaku pada diri manusia bukanlah yang sesuai dengan pengaturan olehnya. Pengaturan manusia ibarat rumah pasir di tepi laut, yang bisa demikian mudah runtuh tatkala ombak takdir Tuhan berlabuh.

          1. Dalam hidup, kita juga acap menemukan bahwa apa yang menurut kita baik ternyata bisa membawa keburukan, dan sebaliknya, apa yang kita sangka buruk ternyata malah mendatangkan kebaikan. Boleh jadi ada keuntungan di balik kesulitan, dan ada kesulitan di balik keuntungan. Boleh jadi pula kerugian muncul dari kemudahan, dan kemudahan muncul dari kerugian. Mana yang berguna dan mana yang
            berbahaya pada akhirnya adalah sesuatu di luar pengetahuan kita.

            1. Oleh sebab itu, dalam pandangan Ibn Athaillah, ‘sibuk mengatur nasib sendiri’ sejatinya adalah tindakan yang kurang lebih sia-sia, apalagi bila kesibukan ini
              melalaikan kita dari tugas-tugas sebagai hamba.

  6. pengabdian kita kepada Allah seharusnya tidak hanya ditunaikan dengan menjalankan kewajiban, yakni segala yang diperintahkan Allah, namun pula dengan menjalani ketetapan, yakni segala yang ditentukan Allah.

      1. Dengan demikian, sebenarnya ada dua hukum yang patut dipatuhi
        oleh orang beriman, yaitu hukum taklif yang sudah lazim kita kenal se¬bagai berbagai perintah dan larangan Allah yang mesti dijalankan selama hidup, dan hukum takdir yang mencakup ketentuan dan keputusan Allah yang mesti dijalani dalam hidup.

        1. Keperluan atau kebutuhan hidup makhluk sebetulnya adalah sesuatu yang sudah dan terus dijamin oleh Allah. Dengan ilmu-Nya, Allah sudah mengatur diri kita bahkan sebelum kita ada. Setelah kita terlahir di dunia, Allah pun terus mengatur urusan kita. Akan tetapi, setelah berakal, kebanyakan manusia seolah lupa bahwa selama ini urusan hidupnya ada dalam pengaturan Allah.

          1. Setelah berakal, mereka seakan ingin mengambil alih ‘hak pengaturan’ itu; mereka ingin mereka sendiri yang mengatur segenap urusan hidup mereka. Dalam pikiran Ibn Athaillah, ini hal yang tidak betul; ini justru sebentuk ketidak bersyukuran atas nikmat akal.

    1. Jika pada awalnya saat kita sudah menentukan langkah selanjutnya dalam hidup lalu ternyata hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan maka mungkin rasa kecewa yang akan kita dapat. Lalu kita seharusnya berusaha untuk tidak terus larut dalam kekecewaan kita dan mulai bangkit lagi.

      1. Dari situ kita mendapat manfaat lagi dalam mengatur kehidupan kita, kita belajar untuk tidak menyerah saat kita gagal dan tidak terlalu berharap lebih dengan apa yang ingin kita dapatkan karena jika kita berharap lebih dan ternyata kita gagal maka kecewa yang akan kita dapat.

          1. Pengalaman-pengalaman itu bisa menjadi pedoman kita agar kita bisa mengatur kehidupan dan mengatur langkah selanjutnya yang akan kita ambil agar bisa menjadi orang yang lebih baik.

            1. Orang itu harus memikirkan setiap kemungkinan yang akan dia dapat jika dia mengambil suatu langkah dan siap menerima resiko yang ada jika itu tidak sesuai dengan yang dipikirkan.

      1. Walaupun begitu setidaknya kita bias untuk mengatur kehidupan kita sendiri. kita bisa berpikir langkah apa selanjutnya yang akan kita ambil dan memikirkan yang terjadi setelahnya.

        1. Meskipun nantinya hasilnya tidak sesuai yang kita inginkan tidak masalah, yang terpenting kita sudah berusaha untuk mengatur kehidupan kita dan tidak hanya pasrah saja pada Kehendak Tuhan.

          1. Banyak manfaat yang bisa kita peroleh jika kita mengatur kehidupan kita sendiri. Sebelum itu kita harus ingat bahwa kita hanya bisa mengatur jalannya hidup kita saja dan tidak bisa mengatur hasil yang akan kita peroleh nanti karena hasil itu hanya diatur oleh Tuhan.

            1. Saat kita mengatur jalannya hidup kita maka kita akan belajar untuk bisa menentukan pilihan. Misalnya saja ada 2 pilihan, dari situ kita belajar untuk memilih mana yang terbaik bagi hidup kita.

            2. Misalnya jika kita sudah memilih salah satu pilihan maka kita tentunya juga berpikir resiko atau hasil apa yang kita dapat jika sudah memilih itu.

            3. Kita juga sudah memikirkan untuk selanjutnya dan kita sudah memperhitungkan semuanya. Dari situ kita mendapat manfaat lagi dari mengatur kehidupan kita, kita belajar untuk berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya pada kita tetapi kita tidak hanya mengira-ngira saja tetapi kita benar-benar berpikir dan penuh perhitungan tentang apa yang akan terjadi pada kita selanjutnya.

            4. Jika sudah begitu kita tidak bisa mengatur hasil yang kita dapat, kita hanya bisa berusaha dan berjuang untuk mengatur kehidupan kita dan hasilnya kita serahkan pada Tuhan dan yakinlah bahwa jika kita sudah berusaha dengan baik maka hasil yang akan kita dapat tentunya merupakan hasil yang terbaik bagi kita.

          1. Kita akan selamat dan sampai ke tujuan sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan tetapi Dia juga yang akan menyertai dan memelihara kita menjalaninya.

            1. Dalam langkah yang kita tempuh dan dalam tujuan perjalanan yang kita tempuh, kadang-kadang kita mendapat hajaran dari Tuhan, dan mungkin kita sendiri memohon untuk dihajar oleh Tuhan, tetapi yang pasti hajaran Tuhan tidak pernah membawa kita kepada kebinasaan.

            2. Sebaliknya hajaran Tuhan akan membentuk dan menjadikan kita menjadi manusia yang tangguh, kuat serta menjadi manusia yang dengan baik mempergunakan hidup hanya untuk kemuliaan nama-Nya.

  7. Ya Tuhan tuntunlah kami dalam setiap langkah yang kami tempuh. Jauhkan dari kami segala mara bahaya dan kecelakaan. Bentuklah kami menjadi hamba-hambaMu yang setia berjalan di jalan yang Engkau tunjukkan. Amin.
    Curahan rasa Bang Iwan @ ..Keutamaan Bulan DzulhijjahMy Profile

Comments are closed.

OTHER POSTS

Subscribe to Denaihati

Dapatkan artikel terkini terus dalam email anda!